Lomba Macapat dan Geguritan Tingkat SMP se-Surakarta
Budaya merupakan aspek kehidupan yang kental bagi masyarakat Kota Solo, namun, tidak bisa dipungkiri lagi bahwa kebudayaan lokal tersebut perlahan-lahan terkikis oleh gelombang globalisasi yang kian menjamur di Indonesia.
Meski demikian, pemerintah Kota Solo terus tidak pernah menyerah untuk menjaga eksistensi budaya lokal dengan berbagai cara, Lomba Macapat dan Geguritan Berbasis Sejarah Tingkat SMP Kota Surakarta yang diadakan pada tanggal 29 Juni 2022 di Ndalem Djojokoesoeman merupakan contoh usaha pemerintah untuk terus melestarikan salah satu jenis karya tradisional yang lekat dengan masyarakat Jawa yakni Macapat.
Dimeriahkan oleh lebih dari 42 peserta di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) se-Surakarta, Lomba Macapat dan Geguritan Berbasis Sejarah Tingkat SMP Kota Surakarta memamerkan kemerduan calon penerus bangsa melantunkan tembang tradisional masyarakat Jawa, Para peserta juga diwajibkan menggunakan busana tradisional Jawa yang kian memperkaya pengalaman mendengarkan tembang Macapat yang dinyanyikan oleh para peserta.
Lomba Macapat dan Geguritan Berbasis Sejarah Tingkat SMP Kota Surakarta berlangsung sengit dengan tiap peserta menampilkan performa maksimal mereka, tetapi pada akhirnya, gelar pelantun tembang Macapat terbaik tingkat SMP se-Solo disabet oleh Ni Luh Leisa Masayu A dari SMP Pangudi Luhur Bintang Laut Surakarta dengan skor 959 dari ketiga juri yang bertugas.
Selisih skor yang diraih oleh Ni Luh Leisa Masayu A dengan juara kedua dan ketiga tidak terlalu jauh, sang juara pertama hanya berjarak 3 poin dari Jendra Yudhistira P selaku juara kedua, dan berjarak 6 poin dari Dendra Ramadhani P selaku juara ketiga. Selain ketiga juara utama, ada juga Bilillarazhi Satria M dan Akwila Oktaviana R, masing-masing sebagai juara harapan satu dan juara harapan dua.
Sebenarnya, Macapat itu apa? Sederhananya, Macapat merupakan puisi tradisional Jawa yang biasa disajikan dalam bentuk nyanyian dengan beberapa aturan khusus yang harus dipatuhi, yakni guru lagu, guru gatra, dan guru wilangan.
Ada sebelas macam tembang Macapat yang mana masing-masing tembang menggambarkan tentang fase-fase kehidupan manusia. Dhandhanggula sendiri dalam bentuk dasarnya merupakan nasihat serta harapan atas terpenuhinya kebutuhan utama dalam hidup manusia, namun tidak menutup adanya beberapa variasi dari tembang tersebut, salah satunya adalah Dhandhanggula – Maskentar yang dinyanyikan oleh para peserta lomba tersebut.
Jalan-jalan ke solo sampai jam empat
Naik becak sampai keraton surakarta
Selamat untuk pemenang lomba macapat
Salam budaya dari Solo, the Spirit of Java